Senin, 21 November 2011

Inilah yang Terjadi

Saya menulis tulisan ini terinspirasi dari sebuah film berjudul “Alangkah Lucunya Negeri Ini”. Di film ini diceritakan tentang keadaan Indonesia sekarang ini. Antara percaya tidak percaya, keadaan Indonesia saat ini tidak cukup bagus. Banyak rakyat miskin terlantar, orang-orang mulai berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai calon rakyat, seorang sarjana susah mencari pekerjaan,  beberapa orang mulai menganggap pendidikan itu tidak penting, banyak koruptor, anak-anak terlantar, dan masih banyak lagi. Kaget? Tidak percaya? Tapi memang itulah yang terjadi di kehidupan ini, bukan hanya sekedar di  film.


Pahit memang rasanya menerima keadaan seperti ini. Di saat yang lain bersenang-senang membuang-buang uang, jarang bersyukur dengan apa yang mereka punya, rakyat kecil jauh di sana menderita. Banting tulang mencari nafkah. Apa pun akan dilakukan. Bahkan pekerjaan haram sekalipun nekat dilakukan.  Demi mencari uang, demi untuk sesuap nasi. Anak-anak kecil pun turut menjadi korban. Mereka tidak sekolah. Tidak mendapat pendidikan sebagaimana layaknya. Tak bisa menulis, tak bisa membaca. Beberapa dari mereka bekerja untuk seorang boss. Mengemis yang entah berapa bagiannya harus diberi kepada si bos. Bahkan tak tanggung-tanggung anak-anak itu menjadi seorang pencopet (dalam film ini). Tak terbayang bukan? Bagaimana strategi dan lihainya mereka saat mencopet. Demi mendapatkan uang untuk mereka hidup. Mereka tak pernah mengenyam duduk di bangku sekolah. Tak mendapat ilmu dan pendidikan etika moral dan akhlak yang cukup. Bahkan karena mereka tak bisa membaca, tak hayal mereka bisa lari ke arah bertuliskan “Kantor Polisi” saat mulai dikejar masa. Mengapa tak bejualan saja? Menjadi tak pedagang asongan saja, yang mana pekerjaan itu bisa dikatakan lebih bersih  daripada pencopet? Lagi-lagi karena uang. Dengan mencopet, mereka bisa mendapat uang jauh lebih banyak lagi meskipun dengan resiko tinggi. Sungguh mengenaskan dan menderitanya hidup mereka.

Di lain tempat. Beberapa orang mulai beranggapan, pendidikan itu penting atau tidak? Mereka bilang penting, karena jika tidak berpendidikan tak akan menjadi manusia yang sukses, tidak bisa mendapat pekerjaan yang layak dan mungkin susah mencari jodoh karena biasanya sang orang tua calon mempelai pasti juga melihat riwayat pendidikannya. Sedang yang lain, berkata bahwa pendidikan itu tidak penting. Mengapa? Buat apa menempuh pendidikan tinggi-tinggi sampai sarjana kalau nanti pada akhirnya hanya mendapat pekerjaan kecil, atau bahkan jadi pengangguran. Ya, itulah tanggapan-tanggapan mereka. Tidak salah dan tidak benar juga. Bagaimana tidak? Seorang sarjana manajemen seperti tokoh Muluk, dan beberapa temannya yang juga seorang sarjana pontang-panting mencari pekerjaan. Dari satu tempat ke tempat lain. Tak kunjung mendapat pekerjaan. Tetap sekalinya mendapat pekerjaan, pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang tak layak pula. Mendidik anak-anak yang menjadi pencopet. Mengajari mereka beberapa ilmu, termasuk ilmu agama dan juga member mereka sebuah incestasi. Niatnya memang baik. Merubah negeri ini dimulai dari lingkup yang kecil. Namun sebuah niat baik itu tak semulus yang diharapkan karena mendapat tentangan dari beberapa pihak. Terutama sang ayah. Beliau kecewa, karena beliau sudah susah payah menyekolahkannya sampai ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi ujung-ujungnya hanya menjadi seorang pengajar anak-anak pencopet dan mendapat uang dari mereka. Hal ini mencerminkan seorang yang sungguh-sungguh berniat belajar sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Seorang yang pantang menyerah. Sungguh ironi sekali bukan, jika dibandingkan dengan mereka-mereka yang mendapatkan pendidikan dan pekerjaan dengan mudah, memperoleh posisi yang tinggi, tapi tetap bermalas-malasan, tidak menjalankan kewajibannya, dan tak peduli dengan yang lain? Coba saja anda bayangkan.
Beda lagi dengan beberapa orang di lain tempat. Mereka berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Gembar-gembor ke sana ke mari. Mengumbar janji kepada masyarakat agar masyarakat memilih mereka. Namun apakah mereka memikirkan jauh ke depan? Apakah mereka siap mengemban tanggung jawab besar menjadi seorang wakil rakyat? Apakah mereka mampu menepati janji-janji yang mereka nyatakan? Nyatanya, masih ada dari mereka yang belum bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan semestinya. Bahkan parahnya ada yang mendapatkankan kasus korupsi. Apa yang sebenarnya mereka ada dibenak mereka sehingga tega-teganya melakukan perbuatan seperti itu? Tidakkah mereka malu? Tidakkah mereka merasa bersalah? Tidakkah mereka memikirkan dan peduli dengan nasib orang lain?

Melihat film ini membuat kita tersadar,  itulah yang sebenarnya yang sedang terjadi di negeri ini. Hampir tak pernah terlintas dibenak anda. Saya pun juga. Tak pernah terbayangkan ternyata keadaan negeri kita tercinta ini sudah seperti ini. Seharusnya kita sadar dengan semua ini. Tidakkah kita merasa malu dengan keadaan yang seperti ini? Tidakkah merasa menyesal? Merasa bersalah? Tidakkah merasa iba? Kita harus berubah. Kita harus bisa merubah semua keadaan ini. memperbaiki semua. Bekerjasama dengan masing-masing pihak. Memang berubah itu sulit. Namun kita harus tetap berusaha untuk berubah dan menjadi yang terbaik serta lebih peduli dengan yang lain. “Alangkah Lucunya Negeri Ini” begitulah judulnya. Memang kita merasa lucu saat melihat film ini. Kita tertawa, tapi tanpa sadar kita menertawai negeri kita sendiri. Tidak mau ditertawai dan direndahkan? Mari kita berubah. Sedikit-demi sedikit. Bersama kita pasti bisa!

2 komentar:

  1. Keren tulisanmu , ci...
    Aku masih belajar buat nulis yang baik sama masih belajar biar gaya bahasaku mudah dipahami.
    Two tumbs up, ci
    ;)

    Bantu vote Indonesia supaya Pulau Komodo jadi New 7 wonders ya.
    Bisa dilihat diblogku.
    Jangan lupa ninggalin komentar kamu di blogku.
    http://beejita.blogspot.com/
    ;)

    BalasHapus
  2. waaa makasi gitaaa :3 tulisanmu pasti ga kalah bagus kook. kita semua kan belajar. hehehe

    BalasHapus