Maret 2015
JUNG NA RA’s
POV
“CONGRATULATIONS!!!”
Teriak kami para wisudawan seraya melempar topi toga dan rangkaian bunga yang
kami bawa.
Ya, hari ini
adalah upacara kelulusan kami sebagai mahasiswa, dan pada hari ini pula kami
mendapatkan gelar sebagai Sarjana Komputer. Rasanya baru saja aku kuliah di
jurusan ini, dan pada hari ini aku telah wisuda. Terlebih lagi dengan nilai
cumlaude. Sungguh karunia yang besar dan luar biasa. Aku tidak sendiri, kedua
sahabat ku yang selalu setia menemaniku turut merasakan kebahagiaan ini. Mereka
menerima gelar wisuda dengan nilai cumlaude bersamaan dengan diriku. Aku sangat
bersyukur, kita semua dapat bersama sampai akhir seperti ini.
Kami semua
masih sibuk dengan euphoria kelulusan kami. Aku dan semua teman-temanku saling
berpelukan satu sama lain. Saling berucap selamat, berucap doa, dan berucap
harapan. Canda dan tawa terus menghiasi suasana saat ini. Hoobae kami, tak
ketinggalan untuk mengucapkan selamat kepada kami, sunbaenya.
Satu, per
satu orang tua dari para mahasiswa berdatangan. Mereka memeluk anak mereka,
memberi kecupan, memberikan persembahan bunga, dan memberi selamat kepada anak
kesayangan mereka. Anak mereka telah membuat mereka bangga. Orang tua Sae Mi
dan Han Byul sudah datang menghampiri mereka. Namun orang tuaku belum terlihat
disekitarku. Aku mengisi waktu dengan mengobrol dengan temanku lainnya saat
menunggu kedatangan kedua orang tuaku, seraya menikmati euphoria ini.
“Jung Na Ra!”
teriak seseorang.
Suara ini…
Ya, aku kenal suara ini! Kucari di sekelilingku sumber dari suara ini. Terlihat
di sisi sebrang sana, seorang namja mengenakan setelan jas tengah berdiri
seraya membuka kedua lengannya dengan serangkai bunga ditangan kanannya. Ia
tersenyum cerah saat ia melihatku tengah menoleh ke arahnya. Dia adalah Hyuk
Sang Kangsanim. Nae sarang…
“Oppa!”
teriakku tak peduli sekitar. Aku berlari ke arahnya dan mendarat tepat
dipelukannya. Ia menangkapku dan memelukku erat kemudian mengangkatku seraya
berputar dua putaran. Saat berhenti, ia menatap lekat mataku dengan tetap
mengangkat tubuhku. Aku melingkarkan kedua tanganku di lehernya. Ia kemudian
tersenyum lembut dan berkata,
“chukkae, Na
Ra-aa” katanya dengan lembut.
“Gomapta, Oppa.
Hehehe”
Ia menurunkan
ku dan memberikan rangkaian bunga kepadaku seraya membalas dengan mengelus
lembut kepalaku. Aku tersipu malu. Belum pernah kami seperti ini di depan umum.
Aku tau, sekitar kami sedang memandang kami dengan tatapan terkaget-kaget. Kami
tak peduli. Bagi kami, kebahagiaan hari ini adalah milik kami berdua. Dan tentu
saja orang tuaku.
“sejak kapan oppa
disini? Aku tidak melihatmu dari tadi?”
“babo! Aku
sudah disini sejak prosesi wisuda mu. Kau kira aku akan melewatkan masa-masa
akbarmu dalam mengakhiri pembelajaranmu selama 4 tahun ini? Tidak akan! Hahaha”
“Aissh~
jinjja”
“Sae Mi dan
Han Byul?”
“mereka
sedang menemui orang tua mereka. Sedang aku disini sedang menunggu orang tua
ku. Hhhmm sepertinya mereka kebingungan mencariku karena keadaannya ramai. Sudah
kuhubungi mereka sejak tadi, sama sekali tidak dijawab”
“Kau tidak
menungguku?”
“Aniya!
Bweek!!”
“Kau ini!!”
katanya sambil menghancurkan tatanan rambutku yang sudah indah bak princess
dari istana.
“Ya! Oppa hajima!!
Butuh waktu lama untuk membenarkan ini!”
“Na Ra-aa!”
suara ini…
“Eomma!!
Appa!!” teriakku sambil berlari ke arah mereka.
Mereka
menyambutku dengan pelukan hangat dan tangis bahagia. Senyum cerah terpancar di
wajah mereka. Kau berhasil membahagiakan mereka Jung Na Ra! Kau berhasil!
“Aigoo anak
appa sudah wisudaa! Sudah sarjana!”
“Kau hebat Na
Ra~ Eomma bangga padamu!”
“Selamat ya!
Terus kembangkan prestasimu! Dan buat appa eomma terus bangga!”
“hehehe
gomawo eomma, appa!”
“uuuu
Saranghae nae Na Ra~”
“Na do
saranghae eomma appa~ Kenapa kalian lama sekali? Aku sudah menanti kalian lama
sekali!”
“Ya! Gedungmu
ini besar. Situasinya juga sedang ramai. Butuh waktu buat appa dan eomma untuk
mencarimu. Apa lagi baju yang kalian kenakan sama semua!”
“Aku kira
kalian tidak datang atau terlambat datang. Aku kan khawatir”
“Aish babo!
Gimana eomma dan appa tidak datang di upacara kelulusan anak satu-satunya ini?
Kau ada-ada saja!”
“Nuguseumnikka?”
Tanya appa tiba-tiba.
“eh?”
Aku berbalik
arah. Dibelakangku sudah berdiri Hyuk Sang Kangsanim. Ia tersenyum, sepertinya
bermaksut untuk menyapa kedua orang tuaku. Aigoo, ini adalah kali pertama mereka bertemu. Aku
harus berkata apa jika eomma appa bertanya ini siapaa? Bagaimana kalo appa atau
eomma menolak? Tidak setuju? Menentang keras? Haruskah kandas begitu saja?
Jebal andwaeee!
“Nuguseumnikka?”
Tanya appa lagi.
“Annyeonghaseyo.
Hwang Hyuk Sang imnida. Bengapseumnida.” Eomma Appa masih terdiam dan saling
bertatapan.
“eomma…
appa.. igeon.. Hyuk Sang-ssi neun… Nae Kangsanim..”
“Ahhh…”
“Geurigo… N
Nae namjachingu…”
“M mwo?”
terlihat ekspresi Eomma berubah.
“Geuge
musunsuriya? Neoeui Kangsanim? Namjachingu?? Jangnan anhaeji”
“Appa,
dengarkan penjelasanku!”
“Kkhaja, kita
pulang sekarang!” perintah Appa
“Yeobo…”
“Appa
dengarkan penjelasanku dulu” paksaku seraya menarik lengan Appa.
“Najung e!
Jigeum kkhaja!”
“Appa~”
“jeosonghamnida…
Biar saya yang menjelaskan ini semua.” Potong Hyuk Sang Kangsanim secara
tiba-tiba.
Appa berbalik
badan, dan menatapnya secara lekat dengan pandangan tajamnya. Ku mohon, apapun
itu yang buruk jangan terjadi.
“Najung eyo
Hyuk Sang-ssi! Jelaskan saja itu dirumah!” jawab ayah seraya berbalik badan dan
berjalan meninggalkan kami.
“Yeobo…
gidarilke~” Eomma pun menyusul Appa. Sekitar ku menatap penuh Tanya ke arah
kami. Mungkin keputusan yang tepat untuk membicarakan ini semua dirumah“Oppa…
otthoke?” Tanya ku dengan nada sedih pada Hyuk Sang Kangsanim.
“kkeokjong
hajima… Aku sudah menanti saat seperti ini. Kalau aku sudah seperti ini, Itu
berarti aku sudah mempersiapkan semuanya. Kau berdoa saja semoga semua lancar,
dan aku bisa membuat orang tua mu percaya”
“geundae…”
“shhh..
hajima… semua pasti baik-baik saja, eo? Sudah, susulah orang tuamu dan pulang
ke rumah. Aku akan menyusul dengan mobilku. Kkeokjong hajima, eo? Arachi?”
“geurae.. Aku
pulang dulu..”
“eo..
ittabwa..” katanya seraya mengelus lembut kepalaku.
Aku berjalan
perlahan menyusul kedua orang tuaku yang sudah lebih dulu berjalan didepan
sana. Suasana berubah 180 derajat. Euphoria kelulusan yang tadi sangat terasa,
kini berubah menjadi hening dan kaku. Di mobil tidak ada satu pun kata terucap
dari mulut kami. Untuk memmulai pembicaraan pun aku tak berani, Tuhan ku mohon
jangan sampai sesuatu yang buruk terjadi pada kami.
Sesampainya
dirumah, Hyuk Sang Kangsanim sudah berdiri tegak di depan pagar rumah. Entah ia
lajukan mobilnya berapa km/jam hingga ia bisa tiba dirumahku lebih cepat dari
kami. Appa memarkirkan mobilnya dan berhenti sesaat. Sepertinya sedang
memandang lekat Hyuk Sang Kangsanim. Baru kemudian appa dan eomma turun serta
aku yang menyusul mereka. Setibanya di depan rumah Hyuk Sang Kangsanim melihat
ke arah eomma dan appa seraya membungkukkan badannya sedikit sebagai tanda
hormat dalam menyapa mereka.
“annyeonghaseyo..”
sapanya.
Namun appa
tidak bergeming dan tetap berjalan masuk kedalam rumah. Beruntung eomma masih
peduli dan menanggapi Hyuk Sang Kangsanim. Eomma berhenti di depan Hyuk Sang
Kangsanim dan membalasnya lembut walau masih terkesan dingin.
“Hyuk
Sang-ssi maafkan appa nya Na Ra. Mungkin nanti setelah kau jelaskan semuanya,
ia bisa lebih melunak. Iya.. kau memang harus menjelaskannya pada kami.”
“Kamsahamnida
eommonim, saya pasti akan melakukan yang terbaik”
“Geurae..
kkhaja kita masuk!”
“Ne!
kamsahamnida eommonim, kamsahamnida!”
Aku berjalan
berdampingan dengan Hyuk Sang Kangsanim menyusul eomma.
Sesampainya
di ruang tamu, terlihat ayah sudah duduk menunggu kami. Eomma langsung
menariikk kedalam, menyuruhkan berganti pakaian, dan menyiapkan hidangan kecil
untuk mereka. Tak lupa, eomma mempersilahkan Hyuk Sang Kangsanim untuk duduk.
“Hyuk
Sang-ssi, silahkan duduk.”
“Ne,
Kamsahamnida” Hyuk Sang Kangsanim menjawab dan duduk di sofa. Semoga hal-hal
yang buruk tidak terjadi. Aku pun masuk ke kamar untuk berganti baju dan
menyusul eomma ke dapur untuk mempersiapkan hidangan kecil untuk mereka.
~**~
HWANG HYUK
SANG’s POV
Kalau boleh
jujur, ya aku gugup. Gugup setengah mati. Berhadapan dengan orang tua dari
orang yang selama ini aku cintai, mustahil kalo tidak gugup. Tapi untuk
membuktikan bahwa aku yang terbaik untuk Na Ra, aku tidak boleh terlihat gugup.
Aku harus memperlihatkan bahwa aku sudah mempersiapkan semuanya. Aku sudah
menanti saat-saat ini. Aku akan meminta ijin juga untuk melamar dan menikahin
Na Ra tahun ini sebelum aku berangkat ke Jepang. Kau pasti bisa Hwang Hyuk Sang!
“Annyeonghaseyo
abonim…” sapa ku lembut pada Appa nya Na Ra.
Tatapan
dinginnya itu pasti bisa membuat nyali siapa saja yang melihatnya, ciut
seketika. Tetapi aku tidak boleh seperti itu.
“Apa yang
akan kau jelaskan pada kami?”
“Jeosonghamnida
abonim, tiba-tiba saja datang dan membuat semuanya terkejut.”
“Malhae…”
“Saya adalah Kangsanim
dan Namjachingu nya Jung Na Ra. Saya lulusan S2 Ritsumeikan University
dan mulai mengajar di jurusan tempat Na Ra kuliah sejak tahun 2008. Kami sudah bersama sejak 2,5 tahun yang
lalu.”
“2,5 tahun
yang lalu?!”
“Ne, saya
dulu sempat mengajarnya di salah satu mata kuliah.. lalu kami memutuskan untuk
bersama, namun menyembunyikannya untuk sementara. Hal ini dikarenakan untuk
kebaikan Na Ra. Saya tidak ingin dengan adanya hubungan kami ini dapat
mengacaukan pendidikan Na Ra akibat keadaan sosialnya yang pasti akan berubah
jika mereka mengetahui hubungan kami, karena itu kami menyembunyikannya hingga
dirasa ada waktu yang tepat untuk membukanya. Dan saya rasa, waktu itu adalah
sekarang. Na Ra sudah wisuda, dengan nilai yang gemilang. Dengan demikian dapat
dikatakan hubungan kami tidak sampai mempengaruhi kestabilan nilai Na Ra”
“Apa saja
yang sudah kalian lakukan selama ini?”
“Tidak ada
yang membahayakan jiwa Na Ra. Kami hanya melakukan hal-hal normal layaknya
sepasang kekasih dan tentu saja tidak menggangu kuliah Na Ra. Na Ra tetap
kuliah dan rajin belajar seperti biasa. Na Ra juga tetap bisa bergaul dengan
teman-temannya dan tidak ada pembully-an. Kami hanya pergi bermain di saat
weekend, sekedar makan bersama sepulang kuliah, atau jika Na Ra dan saya ada
waktu. Setiap Na Ra ada pada musim ujian, saya tidak akan mengganggu belajarnya,
namun tetap terus menyemangatinya. Terkadang kami pun belajar bersama”
“Apakah orang
tua mu tau tentang hal ini?”
Saat Appa nya
Na Ra mempertanyakan tentang hal ini, Na Ra dan eomma nya datang membawakan
kami masing-masing secangkir teh hangat dan dua kaleng biscuit. Ia menghidangkannya
pada kami. Sekilas aku dan Na Ra saling bertatapan. Aku membalasnya dengan
senyum tipis.
“silahkan
dicicipi Hyuk Sang-ssi” kata Eommanya
“Kamsahamnida
eommonim..”
“Lanjutkan
jawaban pertanyaanku!”
“Ah Ne,
Abonim. Orang tua saya sudah mengetahui tentang hubungan kami. Jadi sebelum
bertemu dengan abonim dan juga eommonim, Na Ra sudah bertemu lebih dahulu
dengan kedua orang tua saya. Kami sudah membicarakannya bersama dan orang tua
saya setuju dengan hubungan ini.”
“Kapan itu
kalian lakukan?”
“Sekitar 1
tahun yang lalu.”
“Dan kalian tetap
menyembunyikannya dari kami? Luar biasa!”
“jeosonghamnida
abonim. Tapi kami memang benar-benar mencari situasi yang tepat, agar pada saat
kami memberi tahu. Eommonim dan abonim bisa mengijinkan kami”
“Kau percaya
diri sekali? Kau memberitahu kami sekarang, berarti kau yakin kami akan
mengijinkan begitu saja? Lucu sekali. Memang kau punya apa? Apa kau sudah
memiliki rencana ke depan agar kami rela melepaskan Na Ra padamu? Umur kalian
beda jauh. Kau yakin bisa saling mengimbangi satu sama lain? Di usia kalian
yang segini, hubungan bukanlah sebuah mainan. Sudah saatnya dibawa serius!”
“Begini
abonim, eomonim. Maaf jika memang terkesan mendadak. Tapi dengan ini, selain saya
meminta ijin atas hubungan ini, saya juga meminta ijin untuk melamar dan
menikahi Na Ra tengah tahun ini sebelum saya berangkat ke Jepang. Nanti di
Jepang, saya akan melanjutkan studi saya. Kami akan hidup bersama disana. Saya
dengar Na Ra juga berminat untuk studi di Jepang. Jadi Na Ra juga bisa sekolah
di sana selain tentu saja membangun rumah tangga bersama . Atau jika tidak Na
Ra bisa bekerja disana, membantu proyek yang kebetulan akan saya kerjakan
disana dan juga menjadi ibu rumah tangga yang baik. Saya yakin dengan skill
yang Na Ra punya, Na Ra pasti bisa melakukan sesuatu yang berguna. Usia Na Ra
juga sudah cukup jika akan melanjutkan ke hubungan yang lebih tinggi. Jadi saya
memutuskan untuk melamar dan menikahinya.”
“lalu?”
“Kami sudah
membicarakan ini sebelumnya, dan Na Ra bersedia. Jadi, tinggal saya meminta
ijin kepada abonim dan eommonim, apakah sekiranya mengijinkan saya dan Na Ra hidup
bersama, membangun mahligai rumah tangga dan mencari ilmu bersama. Saya tau,
saya pastinya tidak sempurna. Tetapi, sebisa mungkin saya akan membuat Na Ra
bahagia dan tidak akan mengecewakan Na Ra dan tidak mengecewakan abonim dan
eommonim. Saya akan membuktikan bahwa saya bisa melakukannya. Kedua orang tua
saya sudah mengetahui hal ini dan menyetujuinya. Jadi saya harap abonim dan
emmonim mau mengijinkan kami.”
“omong kosong!”
“Mungkin jika
dikatakan sekarang, tentu saja saya tidak dapat membuktikannya. Manusia juga
hanya merencakan, Tuhan lah yang memutuskan. Namun sebagai manusia yang baik,
kita harus tetap berusaha dan berjuang agar dapat mencapai apa yang kita inginkan.
Untuk keuangan sehari-hari, sebisa mungkin terjamin, karena selain sekolah saya
juga bekerja. Na Ra juga bisa bekerja. Tidak akan saya biarkan Na Ra terlantar
dan kelaparan di sana. Jika saya mengingkari janji saya ini suatu saat nanti,
abonim dan eommonim, dapat mengambil kembali Na Ra walau saya masih begitu
mencintainya.”
“geuraeyo?”
“Ne, abonim
apa yang saya katakan saat ini, tidak ada sedikit pun dusta. Saya sangat
mencintai Na Ra. Saya mau menerima Na Ra apa adanya. Ijinkan saya untuk
menikahi Na Ra”
Appa nya Na
Ra terlihat berpikir sebentar dan menatap Na Ra.
“Na Ra.. Kau
bagaimana?”
Aku melihat
tatapan Na Ra begitu khawatir. Ia menggenggam tangan ibunya seerat mungkin
seakan menahan sakit yang luar biasa. Dia pasti sangat khawatir sesuatu yang buruk
terjadi. Semoga itu tidak terjadi.
“Appa, eomma…
aku sangat mencintai Hyuk Sang Kangsanim. Ku mohon ijinkanlah kami…”
“yeobo… Hyuk
Sang-ssi sudah memberikan janji dan jaminan kepada kita. Itu berarti dia sudah
mempersiapkan semua. Keputusan semua ada di tangan mu..”
Aku
benar-benar gugup menanti jawaban dari appanya Na Ra. Jantungku berdegup
kencang. Ku mohon keluarlah jawaban yang baik. Appa nya Na Ra terlihat berpikir
kembali.
“Geurae!
Buktikan segala macam janjimu itu. Kami menantinya. Tapi jika tidak dapat kau
tepati, maka Na Ra akan kami ambil kembali.”
“Jeongmalyo?
Kamsahamnida Abonim! Eommonim! Jeongmal kamsahamnida! Jeongmal kamsahamnida! Saya
pasti akan membuktikannya!” aku melihat senyum terkembang di wajah mereka.
Terutama Na Ra. Suasana mulai mencair
“Eomma Appa
jinjja gomawoooo!!!” teriak Na Ra sambil memeluk kedua orang tuanya.
Kau berhasil
Hyuk Sang! Kau berhasil! Sekarang, kau harus bersiap untuk membuat mereka tak
menyesali keputusan mereka!
~**~
JUNG NA RA’s
POV
Akhir Juli
2015
Aku sedang
duduk manis disebuah ruangan yang sejuk, putih dan bersih. Aku tidak sendirian.
Ada beberapa orang perias tengah sibuk menyulapku menjadi seorang putri dari istana.
Gaun panjang berwarna putih telah terpasang pada tubuhku. Aku sudah besiap
seperti ini sejak 1,5 jam yang lalu. Dan sekarang telah memasuki proses
finishing. Sekitar 1 jam lagi, prosesi pernikahan ku dan Hyuk Sang Kangsanim
dimulai. Semakin dekat, semakin berdebar pula jantungku. Aku belum bertemu
dengannya sejak pagi tadi karena harus mempersiapkan pernikahan ini, dan juga
memang sengaja untuk tidak ketemu. Biar spesial katanya. Antara tidak sabar dan
malu untuk bertemu dengannya. Seperti apakah
dia hari ini?
Drrrrttt drrrtttt
“Nona ini
handphonenya bunyi”
“oh, ne
gomapta”
Ku lihat
Handphoneku. 1 buah pesan line datang dan ku buka. Dari Hyuk Sang Kangsanim.
“Nae Yeobooo~ mwohe??”
“disulap jadi bidadari hahaha”
“babo! Hahaha”
“oppa mwohe?”
“geunyang… membayangkan wajahmu setelah
mengenakan baju pengantin yang seksi. Xixixixi”
“byeontae! :p”
“Ya!”
“xixixixi”
“bap mogosseo?”
“Jogeum”
“Ah wae?”
“Geunyang…”
“5 menit lagi akan ada makanan datang ke
ruanganmu. Kau harus makan itu. Aku tidak mau kau kenapa-kenapa dihari penting bagi
kita”
“oppa… andwae!”
“Nona, ada
kiriman makanan untuk nona” kata salah seorang penjaga mengantarkan sekotak
makanan untukku.
“Ah.. gomapta”
Kulihat sekotak
makanan datang. Berisi sebuah cheese cake dan sekotak kecil susu coklat. Didalam
kotak itu juga ada kartu bertuliskan “Saranghae Jung Nara*heart*”
“oppa! Makanannya sudah datang”
“Johta! Jigeum mogo..”
“Ne oppa, aku makan dulu. Gomawooo *heart*”
“Eo~ ittabwa~ :*”
“Miss u :*”
“Miss u too~”
Aku mengakhiri
obrolan kami. Penjaga membukakan makanan itu untukku dan aku mulai
menyantapnya. Meskipun ini hanya makanan biasa, tapi hari ini terasa istimewa.
~**~
JUNG NA RA’s POV
Akhirnya prosesi pernikahan kami dimulai. Aku perlahan masuk
keruangan upacara pernikahan kami, diiringi oleh Appa. Di ujung ruangan sana
berdirilah seseorang yang sangat ku cintai dan akan mendampingi ku sampai akhir
hayat memisahkan kami, Hwang Hyuk Sang. Ia berdiri dengan gagahnya disamping
seorang penghulu yang akan menikahkan kami. Saat aku berjalan semakin dekat, ia
mulai menoleh ke arahku. Aku bisa merasakan, bahwa ia menatapku lekat bagai tak
berkedip. Sesampainya aku hadapannya, ia semakin lekat menatapku. Senyum cerah
terkembang diwajahnya.
“neon yeppeune..” katanya lirih.
Aku hanya menatapnya lembut dan membalasnya dengan senyuman malu
ku. Upacara pernikahan pun dimulai.
Upacara selesai. Kami telah sah menjadi pasangan suami-istri.
Bahagia yang ku rasakan sungguh tak terhingga. Senyum cerah semakin berkembang
di wajah Hyuk Sang Kangsanim. Ia menatapku lekat lalu kemudian mengecup lembut
keningku. Lalu kemudian ia beralih dan mengecup lembut bibirku.
“Saranghae Na Ra-aa” katanya disela ia menciumku.
Mulai detik ini, aku telah sah menjadi miliknya untuk
selamanya. Dan rasa bahagia ku semakin lengkap, karena aku dapat merasakan
kebahagiaan ini lengkap dengan orang-orang yang kusayangi, eomma, appa, Sae Mid
an Han Byul lengkap dengan pasangan mereka masing-masing. Terima kasih Tuhan
telah memberi kebahagian terbesar dan kenangan terindah yang pernah ada
sepanjang hidupku.
~**~
JUNG NA RA’s POV
Tokyo, September 2015
“Selamat pagi yeobo~” sapa suami ku tercinta seraya
memelukku dari belakang dan mencium pipiku. Sedang aku sedang menyiapkan
omelet, sosis goring, keju segelas susu dan segelas jus jeruk untuk kami
sarapan.
“Selamat pagi juga yeobo, kau berangkat awal hari ini?”
“Eo, ada rapat dengan pimpinan proyek dulu sebelum kuliah. Desain
web waktu itu apa sudah jadi?”
“Eo, tinggal finishing. Duduklah, akan aku antarkan makanan
untukmu.”
“geurae yeobo~” katanya sambil mencubit pelan pipiku.
Ditengah aku menyiapkan,sarapan entah kenapa perutku
tiba-tiba terasa mual, dan rasanya aku ingin mengeluarkan segala isi yang ada
diperutku. Segera aku menuju kemar mandi, meninggalkan masakanku yang belum
selesai.
“Na Ra-aa! Neo waeirae?” teriak Hyuk Sang. Namun sama sekali
tak ku hiraukan.
Sesampainya di kamar mandi, segera ku keluarkan segala isi
sesuatunya. Kepalaku berat dan pusing. Terdengar suaru Hyuk Sang semakin dekat
dan ia datang untuk menolongku.
“Ya! gwaenchana?”
“Aniya, perutku terasa mual dan kepalaku pusing.”
“sudah 2 hari ini kau seperti ini. Kau salah makan apa? Beristirahatlah.
Nanti sore kita ke dokter Ai, eo? Jangan beraktifitas dulu sampai aku pulang! Jangan
buat desain webnya. Ayo aku antarkan kau ke kamar.”
“eo arrasseo~”
Hyuk Sang membopohku ke kamar kami. Sejujurnya rasa mual itu
ada namun sudah lebih baik dari sebelumnya. Ia menidurkan dan menyelimutiku
dengan selimut hangatnya. Sepertinya aku belum terlalu cocok dengan makanan
jepang. Ahhh aku rindu masakan Eomma.
Sore harinya kami ke dokter Ai, dokter langganan kami selama
di Jepang. Aku melewati beberapa pemeriksaan termasuk didalamnya pemeriksaan
yang cukup aneh dilakukan hanya untuk seorang yang mual karena salah makan atau
masuk angin.
“Bagaimana sensei. Istri saya sakit apa?”
“selamat ya Hyuk Sang-san dan Na Ra-san, kalian akan segera
memiliki buah hati~ dijaga baik-baik ya, nanti akan saya rekomendasikan dokter
kandungan terdekat agar kalian bisa kontrol dengan mudah. Sekali lagi selamat
yaa~”
Jinjjaaaa~~
~**~
JUNG NA RA’s POV
Tokyo, Juni 2016
“neo gwaenchana?” Tanya Hyuk Sang di sore hari saat kami
duduk-duduk di halaman belakang kami sambil meminum teh.
“gwaenchana~ hanya rasanya semakin hari perutku semakin
besar dan memberat. Bayi ini semakin sering menendang-nendang ku.”
“mungkin dia sudah tidak sabar untuk keluar. Dokter memperkirakan
bulan depan kan?”
“begitulah…”
“kau sudah siap?”
“siap tidak siap, itulah yang harus aku lakukan. Aku akan
membawanya keluar dengan selamat. Ini adalah kebahagian tersendiri bagi seorang
ibu”
“kau harus mempersiapkannya mulai dari sekarang. Kau harus
menjaga kesehatan. Ingat selalu kata dokter!”
“eo… aku tidak akan pernah lupa”
“aku pasti akan mendampingimu disaat terpenting itu. Kau harus
kuat dan semangat ya~”
“geureom~ ah! Dia menendangku lagi!”
“Jinjja?” katanya tertarik dan mendekatku seraya mengelus
lembut perutku. Takut dan bahagia semua bercampur menjadi satu.
~**~
JUNG NA RA’s POV
Tokyo, Juli 2016
Suara tangis bayi itu pecah diruang operasi sebuah rumah sakit
besar di Tokyo. Ya, hari adalah hari yang aku dan Hyuk Sang tunggu. Bayi yang
selama 9 bulan ini aku kandung akhirnya berhasil ku lahirkan dengan sehat dan
selamat. Bayi perempuan nan cantik dan manis, saat ini sedang dibersihkan,
diberi kain dan di dekatkan padaku, tertidur disampingku. ia terlihat begitu
cantik dan imut. Matanya terpejam . bibir mungil nya itu sangat indah. Ya, kau
berhasil Na Ra. Kau berhasil membawanya keluar, ke dunia ini. Kau resmi menjadi
ibu. Hyuk Sang yang terduduk disebelahku mengelus lembut pipi mungil bayi itu. Lalu
memandangku lekat dan mengelus lembut kepalaku yang penuh keringat. Air mata
tak berhenti keluar dari kedua mataku. Begitu juga dengannya.
“Terima Kasih Na Ra-aa, kau berhasil! Kau berhasil! Kau melakukannya!
Kau hebat! Terima kasih telah membawanya dengan selamat ke dunia ini” katanya
berterima kasih. Lalu mencium lembut keningku.
Selamat datang ke dunia dan keluarga kecil ini, Hwang Na Ri…
~*THE END*~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar